Minggu, 20 September 2015

Seratus

Sejak kecil aku tidak pernah mendapat nilai sempurna. Semuanya seraya serempak menghinaku dengan deretan angka yang tak pernah ku harapkan. Yang tertinggi 99. Aku terus berusaha mendapatkan nilai 100. Nilai sempurna. Betapa bangganya bila mendapat nilai seratus. Jere, matematika mendapat 100. Min, 100 untuk bahasa Indonesia. Acun 100 untuk biologi. Ketika dibandingkan nilai-nilai yang aku dapatkan dengan mereka tidaklah berbeda jauh.

Bu daroh, guru ngajiku pernah berkata, kesempurnaan hanya milik Tuhan. Jika seratus adalah nilai kesempurnaan, maka aku yang hanya seorang manusia hina ini hanya pantas mendapat nilai 99. Maka aku dapat nilai 99 darinya.


Lain bu daroh, lain Pak Kasim, dia memberitahuku untuk mendapatkan nilai seratus aku harus bersungguh-sungguh belajar. Dia berkata tidak ada yang mustahil. Kalian bisa mendapat nilai sempurna jika kalian mau.


Maka aku belajar mati-matian, hamper setiap detik aku tak lepas memikirkan rumus matematika. Pulang sekolah langsung ke kamar, istirahat ke perpustakaan, jika ada yang tak mengerti langsung menyambangi rumah Jere untuk mencari jalan keluar.


Dan saat yang ditunggu-tunggu tiba, ujian dimulai, aku berjuang keras dan kurasa aku telah menjawab dengan tepat dan aku memeluk Jere. Hari yang ditunggu tiba, Pak Kasim menyambangiku dan memberikanku lembar ujianku, aku menatap wajahnya yang sumringah. Seperti menemukan mutiara yang terbenam 30 tahun. Dan ketika wajah itu menyambangi Jere wajahnya seperti menemukan mutiara 70 tahun terpendam. perasaanku tak enak. aku segera melihatnya nilai jere. dan perasaanku semakin tak enak. mutiara memang sangat indah jika semakin lama terbenam. tiga angka di ujung kertas berwarna merah di ujung kertas jere. aku teringat wajah pak kasim dan dua angka di ujung kertasku menjadi jawaban.


hari ini aku mengunjungi bu daroh. "dimana tuhan?" bu daroh yang tengah menjahit melongo mendengar jawabanku. kakinya perlahan menghentikan ayunan jahitan. "kau remedial?" "aku ingin bertemu tuhan, bu" ""


yang tidak mencapai seratus. Aku hanya mendapat nilai 99. Aku putus asa. Aku gagal lagi. Dan lili mendapat nilai seratus. Seperti yang ku duga.


Aku benci hidup ini. aku kecewa pada Tuhan. Aku tidak ingin lagi mengenal kesempurnaan. Hingga aku bertemu dengan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar