Sabtu, 14 November 2015

Ayah

Aku selalu ragu memulai topik tentang ayah. A-y-a-h, entah di kata yang mana, yang membuat keenggananku memuncak. Untukku, memilih tak banyak berdebat dengan ayah sungguh hal bijaksana. Karena bukan argumen yang kami butuhkan. Lagi pula perdebatan soal apa yang kami inginkan? Takdir? Mengapa aku anaknya atau mengapa dia ayahku? Aku memilih untuk berbincang pada Tuhan. Berharap ayah bahagia, begitupun aku. Dalam benakku, aku hanya ingin bertanya mengapa ayah begitu bodoh mengorbankan uang rokok bahkan waktu tidurnya demi melihatku hidup tenang di tanah rantau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar